"Trauma Pasca Kekerasan Pada Wanita"
15.48.00 | Author: Lumpia Isi Agar-agar
PENGANTAR
Setiap orang baik laki-laki ataupun wanita mendambakan kehidupan yang damai dan tenang. Agar tercipta kehidupan yang damai banyak orang menghindari konfrontasi. Namun kehidupan manusia bagai roda yang berputar, kadang berada di bawah dan kadang berada di atas. Ketika berada di atas seseorang banyak merasakan kebahagiaan, sebaliknya ketika berada di bawah banyak kesedihan yang dirasakan.

Dewasa ini kasus kekerasan pada wanita semakin marak. Kekerasan pada wanita didefinisikan sebagai perilaku agresif yang merugikan dan tidak sesuai terhadap wanita, termasuk kekerasan terhadap teman kencan, kekerasan seksual dan non seksual (Parmley, 2004).

Kekerasan pada wanita banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat, seperti pasangan (suami, teman dekat), orang tua dan anggota keluarga yang lain. Suatu penelitian di Amerika Serikat memperkirakan bahwa terdapat 1,8 juta istri dipukuli di Amerika Serikat tidak termasuk wanita bercerai dan wanita yang dipukuli saat berkencan (Kaplan & Saddock, 1997).

Belum hilang dari ingatan kita kasus sang istri malang Lisa yang mukanya disiram dengan menggunakan cairan asam. Ironisnya hal tersebut dilakukan oleh orang terdekatnya, yaitu sang suami. Kejadian tersebut menurut sang suami berlatar belakang cemburu. Cairan asam tersebut mengakibatkan muka Lisa mengalami kerusakan parah dan mengharuskan ia melakukan operasi plastik berkali-kali untuk memperbaiki kembali bentuk wajahnya. Belum lagi kasus-kasus penyiksaan para TKW yang bekerja di luar negeri oleh majikannya yang menyebabkan trauma fisik maupun psikologis. Trauma psikologis tersebut dapat dikategorikan sebagai gangguan stress pasca trauma atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Penelitian menunjukkan hubungan positif antara kekerasan dengan gangguan stress pasca trauma atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (Kilpatrick dkk, 2003). Semakin tinggi atau semakin keras intensitas kekerasan yang dialami oleh seorang wanita maka akan semakin besar kemungkinannya ia akan mengalami gangguan stress pasca trauma atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Menurut Kaplan & Saddock (1997) seseorang dapat diklasifikasikan mengalami gangguan stress pasca traumatik jika mengalami suatu stress emosional yang besar yang akan traumatik bagi hampir setiap orang. Peristiwa tersebut termasuk trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, dan kecelakaan yang serius (contoh : kecelakaan mobil dan kebakaran gedung).

Peristiwa kekerasan pada wanita dalam bentuk penyerangan dan pemerkosaan dapat menyebabkan gangguan stress pasca trauma. Menurut Kaplan & Saddock (1997) gangguan stress pasca trauma terdiri dari :
1. Pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran yang membangunkan (waking thought).
2. Penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut.
3. Kesadaran yang berlebihan (hyperarousal) yang berlebihan.
Setelah mengetahui tentang kasus kekerasan pada wanita dan dampaknya maka penting sekali bagi kita untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang gangguan stress pasca trauma pada wanita korban kekerasan. Dengan mengetahui ciri-ciri gangguan tersebut maka diharapkan kita dapat mengenali adanya gangguan tersebut, sehingga kita dapat melakukan langkah antisipatif guna membantu dan meringankan beban pada wanita korban kekerasan yang mengalami gangguan stress pasca trauma.

CIRI-CIRI / GEJALA GANGGUAN JIWA
I. Ciri – ciri :
a) Respon wanita tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atau horor.
b) Mimpi menakutkan yang berulang tentang kekerasan yang dialami.
c) Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian kekerasan terjadi kembali.
d) Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan kekerasan yang dialami karena responsivitas umum (tidak ditemukan sebelum trauma kekerasan), diantaranya :
1. Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan dengan kekerasan yang dialami
2. Usaha untuk menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang menyadarkan rekoleksi dengan kekerasan yang dialami
3. Tidak mampu mengingat aspek penting dari kekerasan yang dialami
4. Perasaan terlepas atau terasing dari orang lain
5. Rentang afek yang terbatas (misalnya, tidak mampu untuk memiliki perasaan cinta)
6. Perasaan bahwa masa depan menjadi pendek.
e) Peningkatan kesadaran (tidak ditemukan sebelum trauma kekerasan), contoh :
1. Kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur
2. Iritabilitas atau ledakan kemarahan
3. Sulit berkonsentrasi
4. Kewaspadaan berlebihan
5. Respon kejut yang berlebihan

II. Faktor-faktor
Menurut Kaplan & Saddock (1997) faktor-faktor penyebab gangguan stress pasca trauma atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah :
a) Sifat kepribadian ambang, paranoid, dependen dan antisosial
Kepribadian sangat mempengaruhi PTSD pada wanita korban kekerasan. Sebagai contoh kepribadian antisosial menyebabkan korban sulit untuk melakukan katarsis pada orang lain, sehingga ia menyimpan bebannya sendiri yang menyebabkan ia semakin mengalami depresi.

b) Sistem pendukung yang tidak adekuat
Para wanita korban kekerasan membutuhkan dukungan moral yang besar dari orang-orang penting di sekitarnya (significant others). Kurangnya dukungan dari orang-orang di sekitarnya membuat korban merasa sendiri dalam menghadapi masalahnya, hal inilah yang memperburuk kondisi psikologis para wanita korban kekerasan.

c) Kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik
Faktor keturunan juga mempengaruhi terjadi PTSD pada wqanita korban kekerasan. Seseorang wanita cenderung mempunyai predisposisi mengalami PTSD jika dalam keluarganya mempunyai riwayat PTSD.

d) Perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi
Kekerasan adalah salah satu faktor penyebab PTSD (Kaplan & Saddock, 1997). Wanita yang baru mengalami kekerasan biasanya mengalami hidup yang penuh stress yang memicu PTSD.

e) Persepsi lokus kontrol eksternal, bukannya internal
Para wanita korban kekerasan dengan persepsi lokus kontrol eksternal yang dominan akan cenderung untuk selalu menyalahkan keadaan di luar dirinya. Mereka tidak memiliki insiatif dari dalam diri untuk melupakan kejadian yang telah mereka alami.

f) Penggunaan alkohol yang baru
Menggunakan alkohol untuk menyalesaikan sebuah permasalahan bukanlah sebuah solusi yang tepat. Dengan menggunakan alkohol bukan menyelesaikan masalan tetapi justru menimbulkan masalah yang baru. Akan lebih baik bila korban meminta pendapat orang yang dapat dipercaya mengenai kasus yang dialaminya agar mendapat jalan keluar yang baik.

KESIMPULAN
Model kognitif (dalam Kaplan & Saddock,1997) dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa orang yang terkena adalah tidak mampu untuk memproses atau merasionalisasikan trauma yang mencetuskan gangguan. Para wanita korban kekerasan terus mengalami stress dan berusaha untuk tidak mengalami kembali stress dengan teknik menghindar. Sesuai dengan kemampuan parsial mereka untuk mengatasi masalah secara kognitif, pasien mengalami periode mengakui peristiwa dan menghambatnya secara berganti-ganti.

Menurut psikoanalisa wanita korban kekerasan melakukan ego defense mechanism. Ego defense mechanism adalah sebuah bentuk mekanisme pertahanan diri agar terhindar dari kondisi yang mengancam (Boeree, 2005). Ego defense mechanism dalam bentuk represi untuk menekan kecemasan agar tetap berada di alam bawah sadar. Walaupun peristiwa kekerasan tersebut sudah ditekan sedemikian rupa, namun karena hal tersebut adalah stressfull live events maka ego kurang mampu untuk menahannya. Sehingga setiap korban bertemu dengan hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan yang dialami, korban tersebut akan selalu dihantui oleh kecemasan.

SARAN
I. Psikoterapi.
Terapi yang biasa digunakan adalah terapi perilaku, terapi kognitif dan terapi hipnosis. Klien didorong untuk untuk merassa lebih rileks, menggunakan medikasi jika diperlukan.
Selain terapi individual juga dapat dilakukan terapi kelompok dan terapi keluarga. Keuntungan terapi kelompok adalah berbagi berbagai pengalaman traumatik (kekerasan) dan mendapatkan dukungan dari anggota kelompok yang lain.

Dukungan dari significant person harus disediakan. Klien didorong untuk mengingat dan melepaskan perasaan emosional yang berhubungan dengan peristiwa traumatik (kekerasan) dan merencanakan pemuli8han masa depan.

II. Farmakoterapi
Penggunaan obat-obatan seperti dapat membantu meringankan gangguan PTSD pada wanita korban kekerasan. Obat-obatan tersebut diantaranya yaitu imipramine, tyline, antikonvulsan dan clonidine.
This entry was posted on 15.48.00 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

3 komentar:

On 8 Maret 2009 pukul 17.27 , blacklist terabozu mengatakan...

saya merupakan salah satu manusia yang mempunyai trauma. kehidupan sosial yang menjemukan, dan aq seperti anjing yang diasingkan oleh kawanannya.... sakit itu tak kan hilang, terbawa sampai jiwa melepaskan raga.

kejadian itu terjadi saat saya duduk di bangku TK, SD, SLTP. hingga sekarang, saya berusia 24 tahun.

 
On 5 Oktober 2014 pukul 16.34 , Unknown mengatakan...

Dan saya juga salah satu nya . Hanya berhrap . Ciri2 gaguan d atas tidak terjadi dg saya . Dan saya lebih ikhlas menerimanya :(

 
On 31 Januari 2022 pukul 02.36 , Anonim mengatakan...

Emperor Casino: Home - Shootercasino
Your first payment is to make an initial deposit 1xbet at 제왕카지노 the casino with a bonus 바카라 사이트 code of +100. If the bonus is in place, deposit the bonus amount to the bonus