"Pendidikan Budaya Sebagai Pondasi Pembangunan Bangsa"
16.14.00 | Author: Lumpia Isi Agar-agar
Bisa menginjakkan kaki kenegara-negara lain selain tanah air tercinta indonesia adalah merupakan kesempatan yang sungguh sangat luar biasa. Bagaimana tidak karena jarang-jarang setiap orang memiliki kesempatan seperti itu. Hal ini dialami oleh 2 orang kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, yang berkesempatan berkunjung kenegara gajah putih yakni Thailand, tidak tangung-tangung waktunya yakni selama 1 bulan yakni mulai tanggal 3 Agustus – 2 September 2007. Kesempataan ini didapatkan melalui program beasiswa aktifis yang diprakarsai oleh Depdiknas. Berdasarkan hasil wawancara redaksi Meforist terhadap 2 orang kader HMI FPSB tersebut, kami diceritakan tentang sebuah pengalaman menarik terutama tentang pendidikan kebudayaan Negara Thailand terhadap warga negaranya. Singkat kata inilah ceritanya yang dituturkan.

Sebagai sebuah Negara dikawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh kolonialisme, menjadikan Negara gajah putih memiliki kepercayaan yang tinggi. Kekuatan raja Thailand dalam menangkal infasi bangsa-bangsa eropa menjadi modal besar, bagaimana kebanggaan rakyat Thailand terhadap budayanya begitu besar. Namun tidak dijajahnya Thailand bukan jadi indicator utama kenapa rakyatnya begitu mencintai budayanya sendiri.

Student Exchange begitulah kira-kira nama kegiatan yang diprakarsai oleh Depdiknas ini, tiap pesertanya diharuskan menjadi observer dalam setiap kegiatan yang telah dirancang, termasuk didalamnya adalah tentang pendidikan budaya. Kesungguhan pemerintah Thailand dalam melestarikan budayanya memang sungguh sangat luar biasa, hal ini ditunjukkan dengan adanya jenjang pendidikan budaya mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak samapai perguruan tinggi.
Burapha University adalah nama universitas yang menjadi tempat para peserta student exchange mengikuti perkuliahan, terletak di sebelah timur ibukota thailand yakni Bangkok kurang lebih jaraknya adalah sekitar 100 km, fakultas pendidikan menjadi pilihan utama para peserta student exchange untuk ditempatkan. Tidak tahu kenapa fakultas pendidikan menjadi pilihan, namun yang membuat kagumnya adalah terdapat jurusan instrument tradisional Thailand yang mencetak lulusan-lulusan handal dalam bidang instrument tradisional.

Konsentrasi Department Pendidikan Thailand dalam melestarikan budayanya dimulai dari tahap Taman Kanak-Kanak, kitapun sempat berkunjung kesalah satu TK yang berada di propinsi Chonburi. Kurikulum yang diberikan kepada para siswa-siswinya tidak hanya tentang keilmuan yang bersifat umum saja, pendidikan tentang kebudayaan juga mendapat porsi besar. Contohnya adalah tentang etika-etika berkunjung kesebuah tempat paling sacral di Thailand yakni sebuah candi tempat diletakkannya reflika “Budha Jeday”. Dari TK sampai jenjang perguruan tinggi selalu diajarkan dari tiap tahap demi tahapnya, tidak hanya itu saja tapi ada ujiannya juga loh….!.
Kemudian adalah tentang kecintaan rakyat Thailand terhadap bahasanya sendiri, malahan ini menjadi problem utama bagi para peserta student exchange Thailand. Bukan tidak mengetahui bahasa inggris adalah bahasa internasional, namun nasionalisme kuat yang dimiliki oleh rakyat Thailand menjadi factor pendorong mengapa mereka lebih bangga menggunakan bahasa Thailand. Namun jika melihat dari system perekonomian yang dianut menutup kemungkinan Thailand bisa menjadi Negara berkembang, karena system ekonomi liberallah yang mereka anut. Berbagai perusahaan raksasa dunia bercokol disitu, mulai dari produk makanan sampai otomotif selalu menghiasi jalan-jalan protocol serta kawasan industri. Jika melihat keadaan ini sangat mustahil jika rakayatnya tidak menguasai bahasa inggris, memang awalnya kita sempat tidak percaya akan keadaan ini, namun karena fakta dilapangan sudah membuktikan bahwa keabanggan terhadap bahasa Thailand sungguh sangat luar biasa.

Seorang filusuf kenamaan asal negri tirai bamboo yakni confusius, pernah melontar sebuah kata yang berbunyi “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan menjunjung budayanya sendiri”. Keadaan ini memang sungguh sangat cocok dengan langkah yang diambil oleh pemerintah Thailand. Perekonomian yang liberal tidak menjadikan mereka lupa akan entitas utama bangsanya yakni Kebudayaan.

(dijiplak dari buletin Meforist edisi bulan November 2007)
Hehehe=)
This entry was posted on 16.14.00 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: